Waiting is boring.
Sebuah
ungkapan yang sudah sangat klise. Tapi, memang itulah adanya. Manusiawi dan
sangat wajar ketika kita merasa bosan jika disuruh menunggu. Keinginan setiap
manusia itu pastilah ingin sesuai dengan apa yang direncanakannya. Ketika ia
ingin A, maka si A itu haruslah menjadi miliknya, dan tidak perlu menunggu
waktu lama. Dalam situasi seperti ini, waktu adalah segalanya. Ia katakan kalau
ia sedang dikejar waktu. Namun, ketika ia harus memenuhi kewajiban, maka
setumpuk alasan akan menjadi tameng dalam setiap perilakunya.
Menunggu,
memang bukanlah hal yang menyenangkan. Tapi, bagaimana kalau kita sekarang coba
ganti kalimatnya, bukan menunggu tapi sedang memantaskan diri dulu. Artinya,
ketika sampai saat ini belum juga bertemu dengan Mr atau Miss Right, itu
artinya kita memang belum pantas untuk menyandang predikat suami atau istri.
Allah
masih memberikan kesempatan kepada kita untuk memperbaiki diri agar kita pantas
untuk bersanding dengan seseorang yang kita impikan. Mungkin saja dalam setiap
doa kita memohon agar kita dipertemukan dengan seseorang yang sholeh/sholehah.
Nah, siapa tahu Allah sedang mengabulkan doa-doa kita. Kita sedang dipantaskan
untuk mendapat yang terbaik.
Hidup
itu proses, proses memahami apa, kenapa dan bagaimana. Apa hidup ini? Kenapa
kita hidup? Dan Bagaimana agar hidup kita lebih bermakna? Sebuah proses yang
panjang dalam melangkah mengisahkan sebuah makna.
Memang
tidak mudah merubah persepsi kita tentang pemaknaan menanti dan menunggu. Bagaimana
juga menunggu itu menuntut kesabaran, menanti itu memaksa untuk memahami makna
waktu.
Kesabaran.
Ya, masa penantian ialah masa dimana kita dilatih untuk bersabar. Menanti dalam
keikhlasan dan keteguhan iman. Seberapa kuat kita bersabar dan seberapa hebat
pemaknaan kita tentang bersyukur, itulah masa penantian.
Sebagian
orang lebih memilih untuk menanti dalam ketaatan. Ketaatan kepada Sang Pencipta
Allah Swt dan ketaatan kepada kedua orangtua kita. Apakah kita dapat dengan
mudah melakukannya?
Hmm...jangan
tanya tentang hal itu. Setiap hal yang tidak biasa memang memaksa untuk
dipaksa. Tapi, bukankah pelaut yang ulung itu tidak didapat dari laut yang
tenang?
Lelaki
mungkin akan sangat jarang merasakan perasaan tertekan karena belum menikah.
Tapi, bagi wanita, inilah saat-saat yang paling membuat diri mereka berada di
titik terendah. Wanita yang sudah pantas menikah, tapi belum juga menikah,
biasanya menjadi sasaran empuk tema ngerumpi wanita lain. Berbagai persepsi dan
asumsi dihadirkan untuk menguatkan obrolan tak bermutu itu.
Dan
bagi wanita yang sedang diberikan waktu untuk memantaskan diri kadang merasa
lelah dan jengah dengan segala penilaian masyarakat. Mereka sering berpikir kalau
dunia ini tidak adil bagi mereka. Wajar sebenarnya, karena memang manusia itu
punya rasa.
Kadang
sebagian orang menilai kalau wanita yang belum menikah itu telalu memilih.
Hmm...Apa benar ya kayak gitu? Ok, nanti kita bahas di lapak khusus ya.
Memang
tidak mudah berada dalam masa penantian. Telinga ini rasanya seperti berada di
atas bara api. Setiap bertemu dengan orang, pastilah pertanyaan pertama itu,
‘sudah menikah belum?’ Mending kalau hanya sampai di situ. Tapi, kalau sudah
terlalu menyerempet dan bahkan berusaha untuk masuk ke dalam ranah pribadi, itu
yang membuat diri kita tidak nyaman.
Tapi,
itulah hidup. Setiap orang punya hak untuk memberikan komentar atau penilaian
apapun tentang diri kita. Namun, kita juga punya hak untuk tetap menjaga
sesuatu yang bersifat pribadi. Semua orang memiliki pilihan masing-masing.
Satu hal yang harus teman-teman ingat, sendiri itu bukan aib. Kesendirian dalam masa penantian bukanlah kesalahan. Ini hanyalah sebuah cara dari-Nya untuk memantaskan dan memberikan kesempatan kita untuk menjadi lebih baik lagi. :)
No comments:
Post a Comment