Follow Us @soratemplates

Thursday, February 23, 2017

Cara Cerdas Memindahkan Risiko

February 23, 2017 0 Comments
Sumber: www.sy4m.com

Menjadi tua itu pasti. Ketika kita diberikan waktu lebih panjang untuk hidup di dunia ini, maka kita akan merasakan masa tua. Masa dimana kekuatan fisik menurun dan produktifitas pun akan berkurang.
Masa tua, untuk sebagian orang menjadi momok yang menakutkan. Ada ketakutan untuk menjalani saat dimana kita tidak bisa lagi beraktifitas seperti ketika masih muda. Tidak hanya itu, masalah kesehatan pun seringkali menghantui masa-masa tua.
Bagi kita yang masih muda mungkin belum merasakan hal tersebut. Kita masih bisa melakukan apapun yang kita ingin lakukan. Kita juga bisa menikmati hidup dengan cara yang kita mau. Tidak ada penghalang untuk mengejar cita-cita menggapai pemenuhan kesenangan dan ketenangan lahir bathin.
Tapi, itu semua tidak akan abadi. Ada saat dimana tubuh ini mulai terasa lelah ketika beraktifitas meskipun tidak seberapa berat. Ada waktu dimana kegiatan hanya terfokus pada sekitar rumah. Bahkan tidak jarang, kita hanyabisa terbaring lemas karena masalah penyakit di masa tua.
Tentunya kita tidak ingin melalui masa tua denga hal yang tidak menyenangkan. Kita tidak ingin kehilangan momen indah untuk menikmati masa tua bersama keluarga. Kita juga tidak ingin melewati waktu tanpa bermain dengan cucu.
Tapi, kembali lagi, semuanya kembali kepada lifestyle ketika kita masih muda. Apa yang menjadi habits ketika masa muda akan berdampak pada masa tua kita. Ketika kita tidak pernah menjaga kesehatan, hidup semau gue, pikiran negatif menjadi santapan setiap hari, dan seabreg kebiasaan jelek, maka efeknya akan kita rasakan ketika usia sudah semakin senja.
Terkadang kita memang sering menyepelekan lifestyle yang baik. Merasa tubuh masih kuat dan tidak memiliki penyakit, kita pun melupakan olahraga, cek kesehatan dan juga menjaga pola makan serta pola pikir. Alhasil, kita tidak bisa menikmati masa tua.
Untuk itu, ada baiknya kita berkaca pada apa yang terjadi pada orang-orang sekitar kita. Mengambil pelajaran akan jauh lebih berharga daripada menyesali di kemudian hari. Ada banyak cara untuk menikmati sisa hidup yang diberikan oleh Yang Maha Pencipta.
Kita bisa mulai dari sekarang untuk bisa menikmati hari tua. Mulailah dengan membiasakan diri berolahraga, mengatur pola makan dan istirahat. Dan, tentu saja yang tidak kalah penting ialah menjaga pikiran agar tetap positif. Karena kita semua sadar, semua penyakit bersumber dari pikiran. Ketika kita bisa mengontrol pikiran, maka kita pun bisa mengontol tubuh ini untuk tetap baik.
Memang tidak mudah untuk menjad pikiran untuk tetap positif. Dengan kondisi yang terkadang tidak bersahabat, tidak terasa kita akhirnya terbawa untuk berpikiran negatif. Masalah yang bertumpuk, mulai dari masalah ekonomi hingga kesehatan, terkadang menjadikan kondisi tubuh semakin terpuruk.
Karena alasan itulah, sudah saatnya kita berpikir cerdas untuk memindahkan sebagian risiko hidup. BPJS Ketenagakerjaan merupakan solusi cerdas untuk memindahkan  risiko kita di hari tua. Dengan adanya jaminan hari tua dan jaminan pensiun menjadikan kita bisa lebih tenang dalam menjalani masa tua. Artinya, pikiran kita tidak terlalu terbebani dengan permasalahan yang sebenarnya bisa diatasi sebelumnya.

Untuk itulah, mempersiapkan segala hal yang untuk masa tua sejak dini merupakan cara terbaik. Dan, tentu saja keberadaan BPJS Ketenagakerjaan sangat membantu kita dalam mempersiapkan semua itu. Sekali lagi, menjadi tua itu pasti, tapi menjadi tua yang bahagia dan mandiri itu pilihan. 

Sunday, February 12, 2017

Smart City, Smart People, and Smart Civilization

February 12, 2017 0 Comments
Sumber: www.financialtribune.com 

Membangun sebuah kota sejatinya ialah membangun sebuah peradaban. Memang tidaklah mudah untuk mengatur banyak kepala dengan beragam karakter dan juga latar belakang. Tak jarang niat baik tidak bisa diterima hanya karena sebuah kebiasaan yang sudah terpatri. Perubahan ke arah yang lebih maju terkadang dipahami sebagai ketidaknyamanan yang tidak boleh terjadi.
Kalau boleh kita mengambil benang merah, semuanya ada pada satu kata, mental. Ya, ketika orang-orang sudah memiliki mental pemenang, maka perubahan positif yang terjadi akan ditanggai dengan semangat positif. Tapi, ketika mentalnya ialah mental pecundang, maka sebuah perubahan akan membuatnya merasa tidak nyaman dan terusik.
Begitu pun yang terjadi di beberapa kota di Indonesia. Bukan lagi sebuah rahasia ketika pemimpinnya sudah sangat luar biasa, tapi kota itu seakan jalan di tempat. Dan, kalau kita perhatikan masalahnya ialah ada pada para staf atau anak buahnya sendiri. Mereka merasa sudah enak karena berada di zona nyaman. Ketika sang pemimpin mengeluarkan sebuah kebijakan atau peraturan baru untuk merubah daerahnya agar lebih maju, mereka enggan untuk mengikuti pola kerja pemimpinnya.
Lucu memang kalau kita perhatikan. Tidak jarang banyak orang yang berkoar-koar ingin negeri ini maju, tapi melakukan perubahan dalam lingkup yang lebih kecil saja, ogah-ogahan. Tidak sedikit kepala daerah hanya sibuk memperkaya diri sendiri, bahkan terjerat kasus yang tidak seharusnya. Perubahan yang digaung-gaungkan hanyalah sebuah angan-angan yang sulit diraih.
Tapi, tentu saja kita tidak harus berkecil hati. Diantara kasus-kasus daerah yang bermasalah, masih ada beberapa kepala daerah yang cerdas dalam memimpin. Mereka tak pernah lelah dalam memikirkan cara terbaik untuk membangun daerahnya. Ketika cara konvensional tidak bisa merubah secara signifikan, maka harus ada cara cerdas untuk mengatasinya.
Berhadapan dengan orang memang tidak semudah ketika berhadapan dengan benda. Karena alasan itulah, ketika seorang kepala daerah memiliki keinginan untuk dapat mengatur daerahnya dengan baik, maka ia harus masuk ke berbagai karakter dan juga kebiasaan yang sudah terbentuk pada kepemimpinan sebelumnya.
Sistem. Ya, kuncinya ada di situ. Ketika kita membuat sebuah sistem yang saling berintegrasi dengan memaksimalkan perkembangan teknologi informasi, maka orang-orang pun mau tidak akan mengikuti sistem itu dengan sendirinya. Dan, itulah kunci dari smart city.
Di era digital sekarang ini, orang-orang sudah mencari sesuatu yang lebih praktis, begitu pun dalam hal pelayanan publik. Kita semua harus menyadari kalau saat ini, hampir semua orang sudah gadget minded. Tidak hanya itu para generasi millenial yang jumlahnya luar biasa banyak harus menjadi perhatian lebih. Jangan sampai warga akan berpikiran apatis dengan cara kerja para punggawa pemerintahan.
Kita bisa mengambil contoh Kota Bandung. Dengan kecerdasan wali kotanya, kota ini bisa merubah paradigma masyarakat kepada pegawai pemerintahan. Warga semakin mudah untuk berkomunikasi dengan pemimpin. Dan, begitu pun kepala daerah bisa dengan mudah mengontrol kinerja bawahannya, serta perkembangan yang terjadi di masyarakat dengan memanfaatkan sistem IT yang saling berintegrasi.

Intinya, semua kota bisa menjadi smart city, asalkan ada kemauan keras dari kepala daerahnya untuk memimpin dengan cerdas. Semua hal harus sudah bisa diakses dengan cara online. Teknologi informasi benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dengan cara seperti itu, Smart City Indonesia bukan lagi hanya impian belaka. Kota yang cerdas dengan penduduk yang cerdas, dan akhirnya akan tercipta peradaban yang cerdas pula. Smart City, Smart People, and Smart Civilization.

Wednesday, February 8, 2017

Jejak Sejarah yang Terlupakan (Review Buku)

February 08, 2017 0 Comments

Judul                          : Journey to Andalusia: Jelajah Tiga Daulah
Penulis                       : Marfuah Panji Astuti
Penerbit                     : BIP Kelompok Gramedia
Tebal Halaman          : 190 Halaman
Tahun Terbit              : 2017
ISBN                         : 978-602-394-391-3

Andalusia, negeri sejuta cahaya, tempat segala hal hebat berawal. Islam pernah hadir dan menyinari negeri ini dengan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan selama 800 tahun. 2/3 lebih sejarah Islam ada di sana.
Sebuah catatan perjalanan untuk menapaki sejarah Islam yang kini terlupakan. Penulis begitu detail menceritakan dari mulai Maroko hingga ke Andulusia. Penulis ingin menapaktilasi jejak perjuangan Musa bin Nushair dan panglimanya Thariq ibn Ziyad saat menaklukkan semenanjung Iberia.
Andalusia adalah sejarah yang terampas. Tidak banyak yang tahu tentang peran penting Islam dalam memajukan peradaban saat itu. Mungkin sebagian orang ketika mendengar Eropa, pastilah yang terbersit ialah segala kemegahan, kehebatan pengetahuan dan juga kemajuan teknologi.  
Berbicara tentang sejarah Islam di Eropa, kita tidak bisa melupakan kota sejuta cahaya, Cordoba. Cordoba adalah sebuah nama, namun bagi bangsa Eropa, Cordoba bagaikan alunan nada-nada indah. Dari sinilah kebangkitan peradaban bermula. Dari rahim Cordoba lahir para pemikir yang belum tertandingi hingga kini, sebut saja Ibn Rusyd atau di Barat dikenal sebagai Aviroes. (hal.105-106)
Mengunjungi Cordoba, tak lengkap rasanya jika tidak menjejaki mezquita. Mezquita yang awalnya adalah bangunan sebuah masjid. Masjid ini dibagun oleh Abdurrahman Ad Dakhil (786 M). Sejarah mencatat, masjid ini merupakan mesjid terbesar, tercanggih, dengan ornamen bercita rasa seni tinggi yang nyaris tanpa cela di zamannya. Panjang mesjid ini 180depa, terdapat 14 lengkungan yang disangga 1.000 pilar. Penerangannya terdiri dari 13 lentera, yang setiap lentera memuat 1.000 lampu. Di mesjid ini pula tersimpan mushaf Ustman bin Affan yang ditulis dengan tangannya sendiri. (Hal. 115)
Sama halnya dalam buku lain yang menceritakan tentang perjalanan Islam di Eropa, dalam buku inipun, penulis mengisahkan perasaan sedihnya ketika melihat mezquito saat ini. Tempat yang sudah beralih fungsi menjadi sebuah gereja ini memang membuat kaum muslim yang berkunjung merasa terluka hatinya. Meskipun kita masih bisa menyaksikan sisa-sisa kejayaan Islam di sana, tapi rasanya tidak tega menyaksikan masjid Cordoba yang megah itu berubah menjadi sebuah gereja.
Islam yang pernah menerangi Andalusia lebih dari 800 tahun seakan tak berbekas. Kini jumlah penduduk Muslim di Spanyol dan Portugal tercatat hanya seratus ribu, lebih sedikit dari jumlah Muslim di kota Dallas, Amerika yang tidak pernah dikuasai daulah Islam. (Hal.145)
Membaca buku ini benar-benar mengajak kita berpikir. Islam pernah berjaya di bumi Eropa. Meskipun sejarah seakan-akan membuatnya pudar. Tentu saja hal itu tidak boleh dibiarkan begitu saja, semangat kejayaan itu harus terus digaungkan.
Journey to Andalusia memang bukan buku pertama yang membahas tentang jejak sejarah Islam di Eropa. Tapi, tetap saja, esensi dari sejarah yang terlupakan itu begitu terasa. Pembaca seakan-akan benar-benar menginjakkan kaki di bumi Andalusia. Kita sebagai pembaca digiring untuk merasakan apa yang penulis rasakan, mulai dari rasa ingin tahu penulis, senang ketika pertama kali melihat tempat-tempat bersejarah, kesal ketika tour guide bercerita tidak sesuai dengan sejarah yang sebenarnya dan sedih ketika menyaksikan masjid yang berubah menjadi gereja.
Ada yang menarik dari buku ini di bagian awal bila dibandingkan dengan buku lain yang menceritakan jejak sejarah Islam di Eropa. Di lembaran awal, penulis menuturkan alasan mengapa begitu tertarik dengan Andulusia. Hal yang mungkin bisa menjadi pelajaran penting bagi pembaca, efek sebuah dongeng di masa kecil dari orang tua, ternyata menjadi terpatri dalam alam bawah sadar, dan menjadikan penulis memiliki impian untuk mengunjungi negeri-negeri yang diceritakan tersebut.