Follow Us @soratemplates

Showing posts with label pendidikan karakter. Show all posts
Showing posts with label pendidikan karakter. Show all posts

Friday, September 21, 2018

5 Bahasa Cinta

September 21, 2018 0 Comments




“Kenapa ya anak saya tuh masih saja bilang kalau saya nggak sayang sama dia, padahal saya kurang apa, semua kebutuhan dia sudah saya penuhi?”
“Kadang bingung menghadapi istri/suami, rasanya yang saya lakukan selalu saja nggak buat dia senang.”

Pernah nggak mendengar keluhan seperti di atas? Atau jangan-jangan kita sendiri yang sering mengucapkannya?

Hmmm… sebenarnya hal ini merupakan permasalahan klasik yang dialami kebanyakan orang. Tidak jarang masalah ini merembet ke masalah-masalah lain. Ya, dimulai dari merasa tidak dianggap, tidak dihargai dan tidak diperhatikan hingga akhirnya mengikis rasa cinta sedikit demi sedikit. Oleh karena itu, hal ini tidak bisa dianggap remeh. Lalu, apa yang harus kita lakukan?

Pahami Bahasa Cinta

Yap, setiap orang punya bahasa cinta yang berbeda. Boleh jadi niat kita baik, tapi cara kita menyampaikan rasa cinta kepada anak atau pasangan tidak sesuai dengan bahasa cinta yang mereka miliki. Menurut Dr. Gray Chapman dengan teorinya Five Love Languages, menyebutkan ada lima bahasa cinta yang biasa dilakukan oleh seseorang, yaitu:

1.    Words of Affirmation (pujian)
Orang seperti ini tercermin dari kesukaannya pada pujian dan kata-kata membangun. Ia akan sangat nyaman dengan sapaan manis penuh dengan kata-kata indah.

2.    Quality Time (Waktu yang berkualitas)
Orang yang memiliki bahasa cinta ini sangat suka bila diajak melakukan kegiatan bersama-sama. Ia akan merasa sangat dicintai dan diperhatikan ketika kita memberikan banyak waktu kepadanya.

3.    Receiving Gift (Penerimaan hadiah)
Orang dengan karakter ini sangat suka sekali ketika ia menerima hadiah dari seseorang. Tidak peduli besar atau kecil maupun mahal atau murah. Karena yang terpenting ialah sebuah bingkisan sebagai tanda perhatian dan cinta untuknya.

4.    Acts of Service (dilayani)
Orang ini sangat suka sekali ketika ia bisa dilayani. Ia akan merasa diperhatikan dan disayangi jika orang-orang membantunya melakukan sesuatu. Bukan karena ia tidak mampu, namun ia akan merasa sangat dicintai dengan diperlakukan seperti itu.

5.    Physical Touch (Sentuhan Fisik)
Orang dengan bahasa cinta seperti ini sangat suka dan nyaman ketika ada sentuhan fisik dengannya. Pelukan, tepukan di punggung dan usapan kehangatan akan membuatnya semakin bangkit dan mampu bertahan hidup.

Sekali lagi, setiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk memiliki bahasa cinta yang sama dengan kita. Untuk itu, sebagai orang tua, belajarlah memahami bahasa cinta anak-anak kita. Jangan sampai apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Perlakukanlah anak-anak kita sesuai dengan bahasa cintanya, agar mereka tak akan pernah merasa dahaga akan rasa cinta dan kasih sayang.  


Wednesday, September 27, 2017

Penuhi Tangki Cintanya

September 27, 2017 1 Comments

Ibarat sebuah tangki, ia akan bisa mengeluarkan air yang banyak ketika sudah terisi. Semakin banyak isi tangki tersebut, maka yang dikeluarkannya pun akan banyak pula. Dan, sebaliknya ketika tangki itu hanya memiliki isi sedikit, ia akan mengalirkan air sedikit pula.
Seperti halnya tangki air, itulah jiwa kita. Ketika jiwa kita terisi cinta yang penuh, maka kita akan lebih mudah menebar cinta kepada sesama. Rasa empati dan menghargai akan muncul dengan sendirinya karena kita merasakan hal yang sama dari orang-orang terdekat. Perhatian dan kasih sayang dari keluarga adalah aliran yang luar biasa untuk memenuhi tangki cinta kita.
Mungkin diantara kita sering bertemu dengan seseorang yang temperamen, tidak mau kalah dan tidak memiliki empati sedikit pun. Coba perhatikan bagaimana pola asuh di keluarganya. Kita cermati bagaimana kedua orangtuanya memperlakukannya.
Ketika sejak kecil hanya cacian, amarah dan hinaan yang dia dengar, maka hatinya akan kerontang, jiwanya mengalami dehidrasi cinta. Ia akan berlajar menjadi pribadi yang tidak jauh dari apa yang ia dapatkan. Sebaliknya, ketika kita perlakukan anak-anak itu penuh cinta, maka ia akan lebih mudah menyebar cinta pula. Ingat, anak itu peniru yang hebat.
Oleh karena itu, akan jauh lebih bijak bagi kita untuk menginestasikan waktu mengisi tangki cinta anak-anak kita. Usia anak-anak tidak akan pernah bisa terulang. Jangan pernah berdalih karena kita sibuk dengan urusan pekerjaan, akhirnya kita berikan waktu sisa kepada mereka. Akhirnya, mereka tidak pernah merasakan tangki cinta yang terisi tpenuh.
Menjadi ayah atau ibu bukan hanya sebuah status. Tapi, ini merupakan amanah yang luar biasa. Kita dipilih oleh Allah SWT untuk menjaga makhluk-Nya. Apakah kita tidak malu mengabaikan amanah dari-Nya? Apa pertanggungjawaban kita nanti dihadapan-Nya?
Untuk itu, mulai saat ini ayo kita sama-sama belajar menjadi orangtua yang dinanti bukan yang ditakuti. Kita isi tangki cinta kita dan pasangan terlebih dahulu. Setelah itu, kita isi tangki cinta anak-anak kita, agar ia tumbuh menjadi pribadi hebat dan menghebatkan. Negeri ini sedang menanti siraman cinta ditengah moral generasi yang sudah kerontang.

Anak-anak Belajar dari Kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakukan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

(Puisi karya Dorothy Law Nolte, Ph.D)


Friday, September 22, 2017

Terjun Bebas

September 22, 2017 8 Comments
Sumber www.sport.tempo.co

Perlu kita akui bersama kalau di dunia ini tidak ada Perguruan Tinggi yang memiliki jurusan keluarga dengan program studi ayah atau ibu. Jadi, akan sangat mungkin terjadi, beberapa pasangan yang baru menikah merasa kikuk dan terkadang memicu pertengkaran.
Apa yang kita rasakan ketika berkenalan atau proses pendekatan ternyata berbeda jauh. Tak jarang setelah menikah, setiap orang memperlihatkan kebiasaan aslinya. Tentu saja hal tersebut membuat satu sama lain kaget. Mulai dari hal yang sangat sepele, seperti kebiasaan jam tidur atau bangun, kebiasaan mandi, kebiasaan makan, sampai kepada pola asuh anak.  
Nah, poin yang terakhir inilah yang seringkali menjadi pemicu masalah yang lebih serius. Sebagai contoh, keluarga kita terbiasa dengan pola asuh yang sangat terfokus kepada kedisiplinan. Pokoknya anak sebiasa mungkin harus belajar disiplin sejak dini. Sedangkan di keluarga pasangan kita, pola asuh yang ada terbilang acuh tak acuh. Membiarkan anak tumbuh dengan sendirinya. Mengizinkan lingkungan yang mengajarkan anak banyak hal.
Nah, dari satu sisi itu saja, bisa membuat masalah baru kalau tidak dikomunikasikan sejak awal. Ada baiknya sebelum menikah, kita tidak hanya terfokus kepada kriteria kecantikan atau ketampanan dan kemapanan pasangan kita. Kita juga tidak hanya sibuk mempersiapkan tema pesta pernikahan. Karena yang terpenting adalah mempersiapkan bagaimana kita bisa melangkah bersama setelah menikah kelak.
Menyatukan visi dan misi setelah menikah. Berusaha untuk bersinergi dalam membina biduk rumah tangga. Menyamakan pola asuh yang seperti apa untuk keturunan kita. Intinya, jangan sampai setelah menikah kita merasa kaget, kecewa dan juga stress dengan apa yang terjadi di depan mata kita.
Menikah adalah ibadah paling lama yang kita kerjakan. Oleh karena itulah, kita membutuhkan persiapan yang luar biasa. Persiapan di sini bukan hanya persiapan fisik semata, tapi yang paling penting ialah persiapan mental. Kita perlu banyak ilmu agar bisa membina keluarga yang harmonis.
Pernikahan itu bukan untuk satu atau dua bulan, tapi selama napas belum berhenti, maka kita harus berusaha menjaga keutuhan dan janji yang sudah melangit. Apalagi ketika kita sudah diberikan keturunan, tanggung jawab pun bertambah. Amanah yang dititipkan oleh Allah SWT tidak bisa dianggap remeh. Kita sudah terpilih untuk menerima titipan dari yang Maha Mencipta.
Jangan sampai kita memilih untuk terjun bebas tanpa menggunakan parasut. Tidak hanya itu, kita pun harus memiliki ilmu tentang bagaimana bisa mendarat dengan selamat. Karena meskipun sudah menggunakan parasut dan juga memiliki ilmunya, tidak jarang ada saja yang gagal mendarat. Banyak faktor yang bisa menyebabkan hal tersebut, mungkin bisa karena angin, pikiran (kurang konsentrasi) ataupun faktor cuaca.
Begitu pun ketika kita akan memasuki gerbang pernikahan dan mendidik anak-anak kita. Kita tidak bisa hanya melihat kebiasaan orang-orang sebelum kita. Jangan sampai kita hanya jadi orang tua copas (copy paste) tanpa melihat apa itu pantas dan cocok untuk buah hati kita. Ya, kalau kebiasaan itu baik, bisa kita terapkan. Tapi, kalau sebaliknya?
Pernikahan, membina rumah tangga dan mendidik anak itu bukan perkara gampang dan tinggal meniru kebiasaan dan budaya. Itu semua harus ada ilmunya. Dan, ingat satu hal lagi, semua hal yang berhubungan dengan manusia pastilah mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu, kita tidak bisa hanya mengandalkan budaya dan tradisi saja dalam menghadapinya. Jangan biarkan diri kita terjun bebas. Ya, kalau hanya melukai diri kita. Tapi, apa kita bisa menjamin untuk tidak melukai masa depan anak-anak kita?