“Puuaanaaasss
banget ya, Neng,” ujar Pak Suami sambil mengganti baju koko dengan kaos tipis.
“Aduh,
lebay banget. Bilangnya kan cukup panas banget ya,” ledekku sambil tertawa.
Percakapan di atas akhir-akhir ini
seringkali terlontar diantara aku dan suami. Pertama kali menginjakkan kaki di
Kota Seribu Gumuk di tahun 2015 silam, sejujurnya aku sendiri sudah merasakan cuaca
yang tidak bersahabat dengan kulit. Maklum aku lahir dan besar di Bumi Pasundan. Jadi ketika menyapa Bumi Pendhalungan, kulit lumayan kaget dengan perbedaan cuaca yang cukup ekstrim.
Saat itu saja, aku bisa mandi sehari 5 atau
6 kali. Pokoknya setiap kali mau shalat, pasti aku harus mandi. Bukan karena mengikuti sunnah,
tapi lebih tepatnya badan yang nggak nyaman karena sumuk (gerah/kepanasan).
Itu dulu, sekarang?
Hmmm… Lebih puuaanaasss lagi. (logat
sudah menyesuaikan, maklum sudah hampir sewindu hehehe…)
Ya, saat ini, meski kulit ini sudah bisa menyesuaikan, tapi dampak dari perubahan iklim sudah sangat terasa.
Saking panasnya cuaca, saya bahkan setiap
kali habis keluar rumah, pasti akan menuju kamar mandi dulu. Apalagi setelah
menjemput anak dari sekolah, bisa kebayang kan berpanas-panasan naik sepeda motor
jam 11 siang? Kulit rasanya semakin eksotis saja.
Tidak hanya cuaca ekstrim yang sangat tidak ramah
di tubuh, tapi juga efek-efek lain mulai terlihat dan terasa. Misalnya saja, di beberapa
tempat, kualitas dan kuantitas air tanahnya kurang baik.
Karena alasan itulah, kami memutuskan untuk memilih rumah di daerah masih banyak pepohonan. Tujuannya, kami ingin mendapatkan
air yang lebih berkualitas. Karena air adalah kehidupan.
Ketika kita bisa mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas yang tepat, maka salah satu cara untuk hidup sehat telah dipilih.
Selain berdampak pada air yang terasa,
perubahan iklim juga bisa terasa pada udara yang tidak bersih. Jember dulu
berbeda dengan sekarang. Ketika pertama kali menyapa Kota Tembakau ini, suasana
belum seramai saat ini.
Dulu, pusat perbelanjaan bisa dihitung
dengan jari. Tapi, sekarang, ada tambahan dua pusat perbelanjaan besar yang
masuk, ditambah 1 supermarket bahan bangunan terbesar dan cukup terkenal pun sudah berdiri megah di kota
ini.
Tidak hanya itu, jumlah perumahan semakain
bertambah. Itu artinya, lahan sawah, kebun, bahkan hutan semakin berkurang
sedikit demi sedikit. Selain itu, bertambah juga jumlah kendaraan bermotor dan
penggunaan CFCs untuk AC.
Sumber: http://ditjenppi.menlhk.go.id/ |
Itu semua tentu saja memberi andil dalam
pemanasan global, dan pada akhirnya mengakibatkan perubahan iklim. Sebenarnya
kita tahu penyebab perubahan iklim ini. Namun, kita lebih memilih untuk tidak peka dengan kondisi
bumi yang sudah sangat menghkhawatirkan.
Aku sendiri tidak bisa berbuat banyak, tapi
setidaknya ada hal kecil yang bisa menyembuhkan bumi kita, diantaranya:
- Memilih rumah yang cukup pencahayaan dan sirkulasi udara, sehingga meminimalisir penggunaan AC
Bagiku dan suami, memiliki rumah yang
banyak jendela dan ventilasi yang cukup, sangat penting. Selain lebih terang,
hemat listrik, dan pastinya lebih sehat.
- Bijak dalam berkendaraan bermotor
Disadari atau tidak, asap kendaraan bermotor
juga menyumbang penyebab pemanasan global. Jadi, sebisa mungkin lebih bijak,
bijak dalam memilih bahan bakar yang tepat dan bijak pula dalam menggunakannya.
Jika masih bisa dijangkau dengan jalan kaki, mengapa harus memaksa diri
menggunakan kendaraan? Bukankah kita juga akan lebih sehat?
- Menyediakan lahan untuk menanam tanaman
Tanaman selain menjadikan udara jauh lebih
segar, rumah kita pun akan terlihat lebih rindang dan adem. Tidak hanya itu,
kehadiran tanaman dan bunga di pekarangan, bisa menjadi cara untuk menyehatkan
pandangan mata kita, loh.
- Menggunakan air secukupnya
Air adalah kehidupan. Tidak akan ada kehidupan
tanpa air. Jadi, dengan bersikap bijak dalam penggunaaan air, kita telah membantu bumi untuk tetap lestari.
- Berusaha untuk paperless
Kadang kita tidak sadar dengan penggunaan
kertas. Padahal di era digital ini, akan sanga memungkinkan untuk bisa mengurangi penggunaan kertas. Tahukah teman-teman, 1 batang pohon hanya menghasilkan 16 rim kertas? Dan, 1 batang pohon dapat menghasilkan oksigen untuk 3 orang
bernapas? Jadi, ketika kita bisa berhemat dalam menggunakan kertas, dan mulai membiasakan diri memanfaatkan kecanggihan teknologi, maka kita telah berinvestasi okisigen untuk penduduk bumi
ini.
- Tidak membakar sampah
Terlihat sepele. Bahkan mungkin di daerah sekitar rumah kalian pun masih banyak yang melakukan ini. Padahal membakar sampah bisa menjadi
penyumbang dari pemanasan global ini. Mungkin masih ada yang berpikir, kan yang
dibakar hanya sedikit. Ya, sedikit. Tapi, kalau 1 RT, 1 RW bahkan desa berpikiran seperti itu, apakah masih
bisa dikatakan sedikit?
Itulah 6 hal kecil yang bisa aku lakukan #UntukmuBumiku agar ia tetap terjaga. Aku sadar, kalau aku bukan pembuat kebijakan. Aku juga bukan akademisi yang bisa mengedukasi sekaligus memprovokasi banyak orang
untuk menjaga kelestarian bumi. Aku hanyalah seorang ibu yang ingin kelak
anak-anakku masih merasakan udara yang bersih, hutan yang masih hijau, dan
ketersediaan air yang cukup.
Jember memang bukan kota kelahiranku. Tapi saat ini, aku sedang berpijak dan melangkah di Kota Seribu Gumuk ini. Maka sebagai rasa berterima kasih, aku ingin berbuat sesuatu, meski terlihat kecil dan sederhana.
Sumber: https://www.kominfo.go.id/ |
Teman-teman, yuk jadi bagian #TeamUpForImpact untuk bumi yang lebih baik! Mungkin
yang kita lakukan ini terlihat kecil, tapi bukankah sesuatu yang besar itu
dimulai dari hal yang kecil? Karena sejatinya bumi ini dititipkan kepada kita
untuk dijaga bukan untuk dirusak. Marilah kita berinvestasi untuk planet kita. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak dimulai saat ini, kapan lagi?
No comments:
Post a Comment