Menjadi ibu adalah proses belajar tanpa
henti. Memang betul kita tidak bisa menjumpai satu universitas dimanapun yang
memiliki program studi ibu rumah tangga. Tidak ada sekolah tinggi yang
melahirkan sarjana-sarjana dengan titel ibu rumah tangga.
Padahal kalau dipikir-pikir, menjadi ibu
itu sebuah profesi dunia akhirat. Tanggungjawab yang diemban bukan lagi urusannya
dengan manusia, tapi dengan Sang Pencipta. Tidak ada kata cuti atau mungkin
libur saat tanggal merah. Gaji yang diterima bukan lagi lembaran rupiah tapi
tak terhitung nominalnya.
Sebenarnya semua orang sudah memahami itu.
Namun, terkadang keegoan diri membuat kita lupa dengan semua itu. Tak jarang
bila kita tidak mencoba memahami makna tersirat dari tugas mulia ini, ada
saatnya kita merasa lelah dan bosan. Titik kewarasan kita seakan terus
berkurang, hingga tidak sedikit yang mengalami depresi. Tapi, ketika kita mampu
memahami tujuannya, maka hanya akan ada rasa syukur yang terucap.
Ya, saya tidak akan berbicara tentang
orang lain. Saya hanya akan melihat diri sendiri. Bercermin diri untuk mematut sikap
yang telah dilakukan. Menjadi seorang ibu memang cita-cita semua wanita,
termasuk saya. Alhamdulillah setelah menikah saya langsung diamanahi janin di
dalam rahim. Saat ini, malaikat kecil itu sudah berumur 2 tahun 9 bulan.
Bagi saya dan juga khususnya suami,
memiliki anak pertama laki-laki merupakan sebuah anugerah tersendiri. Ada
kebahagiaan tersendiri ketika tangis dan senyumnya memberi warna dalam cerita
kehidupan keluarga kecil kami. Malaikat kecil yang kelak akan tumbuh menjadi
seorang pemimpin. Saya dan suami bertekad untuk terus membersamainya penuh
cinta dan kasih sayang dalam dekapan iman.
Membersamai tumbuh kembang anak laki-laki
tentulah berbeda dengan anak perempuan. Kelak ia akan tumbuh menjadi lelaki
dewasa. Karena alasan itulah, saya terus belajar agar bisa menjadi ibu yang
dapat mendidiknya menjadi pribadi berjiwa pemimpin. Sebagai madrasah pertama
baginya, tugas saya adalah membekalinya dengan iman dan ilmu yang kuat.
Tentu saja tidak hanya bekal untuk
kehidupan di dunia, tapi juga untuk bekal di kehidupan yang kekal di kampung
akhirat. Saya dan suami menanamkan sejak ia masih berada dalam alam rahim. Kami
berdua selalu mengatakan kalau ia pribadi yang sholeh, cerdas dan hafidz.
Doa itu melekat. Saya dan suami bersyukur
dan sangat bersyukur luar biasa. Tidak ada kesulitan yang berarti dalam menemani
tumbuh kembang buah hati kami. Di usianya yang belum genap 3 tahun, semangat
untuk sholat berjamaah di masjid, membuat kami geleng kepala. Bahkan ketika ia
dalam posisi tidur atau main, ia akan otomatis meminta untuk segera pergi ke
masjid.
Sebenarnya pembiasaan untuk sholat sudah
kami terapkan sejak ia mulai bisa diajak bicara. Ia selalu ikut sholat
bersamaku di setiap waktu sholat. Tapi, pembiasaan untuk sholat berjamaah di masjid,
baru kami biasakan sejak bulan Ramadhan tahun ini. Ternyata efek positinya luar
biasa kami rasakan.
Ia seperti memiliki alarm tersendiri untuk
selalu mengingatkan kalau sudah masuk waktu sholat. Saya dan suami seringkali
merasa malu dengan semangat anak pertama kami. Tapi, di sisi lain kami
bersyukur, karena ia bisa menjadi pengingat agar kami terus berbenah diri.
Tidak hanya pembiasaan sholat yang kami
perkenalkan kepada buah hati. Tapi, semangat berbagi pun sudah kami ajarkan
sejak dini. Sejak usianya menginjak 2 tahun, ia kami biasakan untuk bersedekah
setiap shubuh. Kami sediakan kaleng sedekah yang akan diisi olehnya setiap
shubuh.
Tentu saja, saat ini berbagi itu bisa
dilakukan dengan banyak cara. Di era digital, ada banyak kemudahan yang bisa
kita dapatkan. Contohnya saja, dengan adanya aplikasi TCASH, kita bisa berbagi
pulsa kepada orang lain dengan mudah. Kami pun merasa diberikan kemudahan untuk
berbagi pulsa, misalnya saja kepada orang tua.
Sebenarnya TCASH tidak hanya untuk pulsa juga. Kita juga bisa membeli berbagai produk makanan dan minuman atau bahkan tiket mudik. Tinggal klik MerchantTCASH aja. Untuk detailnya kepoin aja cara pakai TCASH biar lebih jelas deh. Pokoknya dengan #pakeTCASH berbagi menjadi semudah membalikkan telapak tangan.
Children
see, children do. Ya, ungkapan itulah yang membuat kami
harus terus belajar untuk menjadi orang tua yang lebih baik. Aku dan suami
tidak ingin anak-anak kami meniru hal yang tidak baik dari orang tuanya. Kami
selalu bertanya pada diri kami sendiri, bagaimana bisa memiliki anak yang
sholeh kalau kami sendiri tidak berusaha untuk terus memperbaiki diri. Dan,
tentu saja bulan Ramadhan kali ini menjadi titik awal untuk terus berbenah diri
menjadi pribadi yang lebih baik. Karena bagi kita yang sudah memiliki amanah keturunan #JadiBaik itu sebuah keharusan bukan pilihan.
Adeknya emesh,, lyupa dehh dulu namanya siapa ya mbak, pas workshop di green hill itu, hhee
ReplyDeleteSmoga jadi sosok pemimpin yang diharapkan ya mbak,
Tcash emang sangat membantu soal menyalurkan donasi ya mbak hheee
Namanya Azka, Mbak Rohmah.
DeleteAamiin... Makasih doanya, Mbak.
Mbak Rohmah pengguna TCASH juga ya? :)
Inspiratif banget, semoga Generasi anak anak kita menjadi generasi yang selalu memakmurkan masjid. Dan itu berangkat dari tauladan kedua orangtuanya.
ReplyDeleteAamiin... yap...betul banget
DeleteMembekali anak-anak kita dengan ilmu Agama dan secara Istiqomah memberikan contoh dalam mengamalkannya merupakan bekal yang sesungguhnya yang akan kita bawa disaat menghadap Sang Khalik.
ReplyDeleteربي هب لي من الصالØين
Aamiin...
DeleteSetuju A fitra