“Sayang
banget ya cuman jadi ibu rumah tangga.”
“Apa
nggak bosan di rumah terus?”
“Kenapa
nggak kerja aja? Bukannya punya ijazah dan keahlian juga?”
Sepertinya kata-kata itu begitu familiar
mampir di telinga saya. Bagi seorang Phlegmatis Melankolis, tentu saja bukan
hal yang mudah untuk bersikap cuek dengan segala komentar tersebut. Tidak
jarang itu semua menjadi pemicu overthinking
juga.
Namun, semua keputusan itu pastilah ada konsekuensinya.
Apapun yang menjadi pilihan kita saat ini, pasti ada hal yang menyenangkan dan
ada yang tidak. Semuanya kembali kepada diri kita sendiri.
Begitu pun ketika kita memutuskan untuk
menjadi ibu rumah tangga ataupun ibu bekerja. Tidak ada yang salah dengan kedua
pilihan tersebut. Pasti ada alasan yang kuat ketika kita memilihnya. Satu hal
yang paling penting, kita bisa bertanggung jawab dengan pilihan itu apapun
risikonya.
Bagi saya pribadi, ketika saya memutuskan
untuk mengambil jeda dari aktivitas yang biasa saya lakukan dan memilih fokus
membersamai pasangan dan buah hati, tentu saja membutuhkan keyakinan dan usaha
yang luar biasa.
Apa saya tidak pernah merasa bosan? Ingin
kembali bekerja? Jenuh dengan tetap di rumah selama 24 jam?
Pasti saya pernah merasakan itu semua.
Apalagi sebelum menikah, saya memiliki kesibukan yang sangat. Selain mengajar
Bahasa Inggris (baik di lembaga formal maupun private), saya pun mengajar BIPA
khususnya mahasiswa, guru dan pengusaha dari Belanda, mengisi acara motivasi
untuk guru dan siswa, memberikan pendampingan kepada anak jalanan dan Desa
Binaan serta memberikan private mengaji. Aktivitas Saya mulai mengajar dari
pukul 5 pagi hingga 8 malam dari hari Senin sampai Minggu. Bahkan untuk sekadar
hadir di acara keluarga besar saja, tidak bisa.
Lalu, setelah menikah selama 24 jam berada
di rumah. Hmm… Lumayan kaget dan kadang merasa jenuh berdiam diri di rumah.
Apalagi mendengar komentar nggak jelas yang dibungkus dengan sebutan basa-basi.
Rasanya seakan jadi orang yang nggak bisa apa-apa. Tapi, tentu saja saya harus
mencari solusi. Tidak mungkin saya membersamai buah hati dalam kondisi mental
yang tidak sehat.
Menulis. Menulis itu sebuah terapi, apalagi
bagi seorang introvert seperti saya. Alasan lainnya, saya harus bisa bangkit
dan tetap berkarya. Saya membutuhkan circle
pertemanan yang bisa mendukung hobi dan juga cita-cita saya. Untuk itulah, saya bergabung dengan komunitas perempuan, khususnya yang bisa mengembangkan kemampuan menulis.
Komunitas
Ibu-Ibu Doyan Nulis (Aktif – Kreatif – Produktif)
Saya yakin, di luaran sana banyak yang merasakan
hal yang sama. Karena memang tidak mudah untuk berdiam diri di rumah setiap
hari. Apalagi bagi mereka yang sebelum menikah terbiasa memiliki kesibukan di
luar rumah. Rasa jenuh pasti akan menyapa, dan bahkan tidak jarang berujung
pada kondisi stress.
Sedangkan menjadi ibu atau istri itu wajib
bahagia. Karena ibu atau istri adalah jantung dari sebuah keluarga. Ketika kita
sebagai ibu atau istri merasa tertekan, bosan, jenuh dan semua kondisi mental
yang sehat, maka akan berefek negative bagi tumbuh kembang buah hati dan juga
keharmonisan dengan pasangan.
Perempuan itu diciptakan oleh Tuhan dengan
kecerdasan komunikasi. Dalam satu hari saja bisa mengeluarkan sebanyak 20.000 –
25.000 kata. Dan, ketika ia tidak mampu mengeluarkan kata-kata tersebut,
biasanya akan berdampak pada kesehatan mental dan juga fisik. Karena itulah,
mengapa perempuan lebih senang ngumpul dan ngobrol.
Kelebihan yang diberikan oleh Sang Pencipta
ini sebenarnya bisa disalurkan ke arah yang positif. Daripada menghabiskan waktu
dengan ghibah, lebih baik hijrah bersama komunitas dengan aktivitas yang lebih
berfaedah.
Sebagai seorang ibu, kita membutuhkan komunitas
yang bisa membantu untuk mengembangkan diri sangatlah dibutuhkan. Berkarya tak selamanya
harus meninggalkan keluarga. Meski harus tetap di rumah, kita pun bisa
mengembangkan diri. Apalagi di zaman digital, ketika semua hal menjadi lebih
mudah dan lebih dekat.
Kita para ibu rumah tangga butuh sebuah
wadah yang bisa memahami, merangkul dan juga membimbing kita untuk bisa bangkit
dan berkarya dari rumah. Berapa banyak kasus criminal yang dilakukan seorang
ibu yang penyebabnya karena ibu rumah tangga merasa dirinya tidak berharga,
lebih rendah dari yang lain, dan hanya bisa bergantung pada suami.
Untuk itulah, kehadiran Komunitas Ibu-Ibu
Doyan Nulis merupakan sebuah solusi. Para ibu bisa mengembangkan diri meski
tetap di rumah. Bahkan ibu bisa menyapa dunia, menebar inspirasi kepada banyak
orang melalui komunitas menulis ini.
Aktif – Kreatif – Produktif, tagline yang
mewakili kita para perempuan. Ya, sebagai perempuan, apapun pilihan kita, ibu
rumah tangga ataupun ibu bekerja, sejatinya kita harus menjadi pribadi yang
aktif, kreatif dan produktif.
Jadilah perempuan yang aktif, banyak hal
yang bisa dilakukan dari rumah. Berpikir kreatif untuk menciptakan karya menebar
inspirasi. Bijaklah mengatur waktu agar bisa terus produktif menghasilkan karya
untuk memberi warna pada dunia.
Menjadi ibu itu bukan penghambat untuk
menjemput impian. Bergabunglah dengan komunitas yang bisa menjadikan impian
kita terwujud. Karena waktu tak akan pernah diputar dan ditukar, jadi teruslah
melangkah untuk menjadi perempuan berdaya tanpa melupakan keluarga bersama
IIDN.
No comments:
Post a Comment